Kamis, 17 November 2016

Negeri Para Koruptor 16 November 2016

Sumber_Gambar

Nama_: Mohamad Yasir Arafah
NIM  _: 155120107111017

Kita tidak asing dengan apa yang dinamakan korupsi bukan? Mungkin karena siaran televisi ataupun perbincangan dari mulut ke mulut yang sering kita temukan tentang korupsi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) korupsi memiliki arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk kepentingan pribadi. Hingar-bingar korupsi hingga saat ini seperti kata yang lumrah di negara kita. Mengapa demikian? Apakah korupsi telah membudaya saat ini? Hingga kita tidak senstif terhadap hal tersebut. Apakah para tokoh korupsi bangga dengan prestasinya dalam berkorupsi? Karena yang terlihat mereka para ahli korupsi ketika disorot kamera mereka tidak memiliki rasa malu (mereka tidak tutup muka). Berbeda dengan pelaku pencurian, pembunuhan, penyiksaan dll sebagainya.
Pada hakikat sejarahnya, korupsi muncul dalam diri seseorang karena tidak maksimalnya pengetahuan tentang kejujuran dan implementasinnya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mental-mental korupsi terus berkembang dan menjadi sub budaya di negara kita. Beberapa dari kita mungkin juga pernah melakukan korupsi kecil-kecilan, bahkan besar-besaran, dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa bersahabat dengan apa yang dinamakan korupsi. Korupsi sering timbul ketika seseorang atau kelompok menuhankan nafsunya terhadap sebuah kepemilikan materi. Tidak heran kita melihat orang-orang seperti itu beribadah dengan ketaatan berkorupsi untuk Tuhannya, yaitu materi.
Ada dua bentuk penegakkan hukum yang efektif jika penegakkan tersebut digunakan secara bijaksana. Pertama, hukum mati para koruptor. Ini melanggar HAM, ya memang. Apakah mereka berpikir ketika mereka melakukan korupsi tidak melanggar HAM? Beberapa anak mati setiap harinya karena kelaparan. Apakah itu tidak ada korelarisnya dengan korupsi. Ketika hukuman untuk koruptor itu ditegakkan, penegaknya pun harus bersikap bijak, bukan malah memelihara tikus-tikus itu. Kedua, terapkan sistem malu kepada adik-adik kita wahai para orang dewasa yang masih menjadi pelindung kebenaran. Terapkan pada kami kurikulum kejujuran, terapkan pada kami budaya kemaluan, terapkan pada kami keluarga kebijaksanaan.
Suara dari bawah tanah akan keluar dengan sendirinya jika korupsi terus menjalar dan menjadi estafet para pelakunya. Dalam konteks Indonesia, mungkin subbudaya ini dipupuk oleh penjajahan atau subakulturasi kongsi dagang VOC yang hancur disebabkan korupsinya beberapa pegawai VOC yang pernah singgah di Indonesia dengan waktu yang relatif lama.
Kendati demikian, bukan menjadi sebuah alasan, walaupun mungkin itu cukup memengaruhi. Sikap proaktiflah yang dibutuhkan negara kita ini yang masih hanya menjadi sebuah wacana dan lantunan dongeng yang indah untuk menjadi negara yang mampu menekan dan menumpas angka pertumbuhan korupsi.

Kemudian jika kita melihat realitas saat ini para pahlawan pemberantasan korupsi dapat pula digulingkan menjadi seorang tersangka. Sebagai contoh kasus Antasari Azhar yang mencuat saat ini. Ia tidak terbukti bersalah, tetapi dengan struktur yang kuat dan menekan akhirnya seorang pahlawan itu seolah-olah bersalah dengan akumulasi dugaan kasus pembunuhan berencana dan kasus percintaannya dengan salah satu perempuan yang bernama Rini. Kini, Ia terbebas dan rakyat Indonesia bersoraksoray secara tidak langsung sekaligus para penggerus bangsa khawatir dengan dibebaskannya mantan Ketua KPK itu.


Daftar Pustaka : http://www.nasional.kompas.com/read/2016/11/10/10442341/keluar.lapas.antasari.tiga.kali.ucapkan.merdeka.

2 komentar:

  1. Nice try... but you have to consider when you are using a sentence or a word, you have to think and ensure that the worlds that you have used is the correct sentences or words. "Budaya Kemaluan" tidak pernah ada, Budaya Malu itu yang ada.

    Pada paragraph 2 terakhir saya pikir sudah hampir tidak fokus dan melebar. Thanks

    BalasHapus
  2. Saya tidak menemukan nama penulis dan nama-nama anggota pada kelompok ini...

    BalasHapus